Kerajaan Islam di Kalimantan
1. Kesultanan Pasir (1516).
Kesultanan Paser (yang sebelumnya bernama Kerajaan Sadurangas) adalah
sebuah kerajaan yang berdiri pada tahun 1516 dan dipimpin oleh seorang wanita
(Ratu I) yang dinamakan Putri Di Dalam Petung. Wilayah kekuasaan kerajaan
Sadurangas meliputi Kabupaten Paser yang ada sekarang, ditambah dengan Kabupaten
Penajam Paser Utara, Balikpapan dan Pamukan. Dalam tahun 1853 penduduk
Kesultanan Paser 30.000 jiwa.
2. Kesultanan Banjar (1526-1905).
Kesultanan Banjar atau Kesultanan Banjarmasin (berdiri 1520, masuk Islam 24
September 1526, dihapuskan Belanda 11 Juni 1860, pemerintahan darurat/pelarian
berakhir 24 Januari 1905) adalah sebuah kesultanan wilayahnya saat ini termasuk
ke dalam provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Kesultanan ini semula
beribukota di Banjarmasin kemudian dipindahkan ke Martapura dan sekitarnya
(kabupaten Banjar). Ketika beribukota di Martapura disebut juga Kerajaan Kayu
Tangi.
Ketika ibukotanya masih di Banjarmasin, maka kesultanan ini disebut
Kesultanan Banjarmasin. Kesultanan Banjar merupakan penerus dari Kerajaan
Negara Daha yaitu kerajaan Hindu yang beribukota di kota Negara, sekarang
merupakan ibukota kecamatan Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan.
3. Kesultanan Kotawaringin.
Kerajaan Kotawaringin adalah sebuah kerajaan Islam (kepangeranan cabang
Kesultanan Banjar) di wilayah yang menjadi Kabupaten Kotawaringin Barat saat
ini di Kalimantan Tengah yang menurut catatan istana al-Nursari (terletak di
Kotawaringin Lama) didirikan pada tahun 1615 atau 1530, dan Belanda pertama
kali melakukan kontrak dengan Kotawaringin pada 1637, tahun ini dianggap
sebagai tahun berdirinya sesuai dengan Hikayat Banjar dan Kotawaringin (Hikayat
Banjar versi I) yang bagian terakhirnya saja ditulis tahun 1663 dan di antara
isinya tentang berdirinya Kerajaan Kotawaringin pada masa Sultan Mustain
Billah. Pada mulanya Kotawaringin merupakan keadipatian yang dipimpin oleh
Dipati Ngganding.
4. Kerajaan Pagatan (1750).
4. Kerajaan Pagatan (1750).
Kerajaan Pagatan (1775-1908) adalah salah satu kerajaan yang pernah berdiri
di wilayah Tanah Kusan atau daerah aliran sungai Kusan, sekarang wilayah ini
termasuk dalam wilayah Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Wilayah Tanah
Kusan bertetangga dengan wilayah kerajaan Tanah Bumbu (yang terdiri atas
negeri-negeri: Batu Licin, Cantung, Buntar Laut, Bangkalaan, Tjingal,
Manunggul, Sampanahan).
5. Kesultanan Sambas (1675).
Kesultanan Sambas adalah kesultanan yang terletak di wilayah pesisir utara
Propinsi Kalimantan Barat atau wilayah barat laut Pulau Borneo
(Kalimantan)dengan pusat pemerintahannya adalah di Kota Sambas sekarang.
Kesultanan Sambas adalah penerus dari kerajaan-kerajaan Sambas sebelumnya.
Kerajaan yang bernama Sambas di Pulau Borneo atau Kalimantan ini telah ada
paling tidak sebelum abad ke-14 M sebagaimana yang tercantum dalam Kitab Negara
Kertagama karya Prapanca. Pada masa itu Rajanya mempunyai gelaran
"Nek" yaitu salah satunya bernama Nek Riuh. Setelah masa Nek Riuh,
pada sekitar abad ke-15 M muncul pemerintahan Raja yang bernama Tan Unggal yang
terkenal sangat kejam. Karena kekejamannya ini Raja Tan Unggal kemudian
dikudeta oleh rakyat dan setelah itu selama puluhan tahun rakyat di wilayah
Sungai Sambas ini tidak mau mengangkat Raja lagi. Pada masa kekosongan
pemerintahan di wilayah Sungai Sambas inilah kemudian pada awal abad ke-16 M
(1530 M) datang serombongan besar Bangsawan Jawa (sekitar lebih dari 500 orang)
yang diperkirakan adalah Bangsawan Majapahit yang masih hindu melarikan diri
dari Pulau Jawa (Jawa bagian timur) karena ditumpas oleh pasukan Kesultanan
Demak dibawah Sultan Demak ke-3 yaitu Sultan Trenggono.
6. Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura.
Kesultanan Kutai atau lebih lengkap disebut Kesultanan Kutai Kartanegara
ing Martadipura (Martapura) merupakan kesultanan bercorak Islam yang berdiri
pada tahun 1300 oleh Aji Batara Agung Dewa Sakti di Kutai Lama dan berakhir
pada 1960. Kemudian pada tahun 2001 kembali eksis di Kalimantan Timur setelah
dihidupkan lagi oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara sebagai upaya untuk
melestarikan budaya dan adat Kutai Keraton. Dihidupkannya kembali Kesultanan
Kutai ditandai dengan dinobatkannya sang pewaris tahta yakni putera mahkota Aji
Pangeran Prabu Anum Surya Adiningrat menjadi Sultan Kutai Kartanegara ing
Martadipura dengan gelar H. Adji Mohamad Salehoeddin II pada tanggal 22
September 2001.
7. Kesultanan Berau (1400).
Kesultanan Berau adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah
Kabupaten Berau sekarang ini. Kerajaan ini berdiri pada abad ke-14 dengan raja
pertama yang memerintah bernama Baddit Dipattung dengan gelar Aji Raden
Suryanata Kesuma dan istrinya bernama Baddit Kurindan dengan gelar Aji
Permaisuri. Pusat pemerintahannya berada di Sungai Lati, Kecamatan Gunung
Tabur.[3] Sejarahnya kemudian pada keturunan ke-13, Kesultanan Berau terpisah
menjadi dua yaitu Kesultanan Gunung Tabur dan Kesultanan Sambaliung.Menurut
Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, wilayah ini termasuk dalam
zuid-ooster-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat,
Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8
8. Kesultanan Sambaliung (1810).
Kesultanan Sambaliung adalah kesultanan hasil dari pemecahan Kesultanan
Berau, dimana Berau dipecah menjadi dua, yaitu Sambaliung dan Gunung Tabur pada
sekitar tahun 1810-an. Sultan Sambaliung pertama adalah Sultan Alimuddin yang
lebih dikenal dengan nama Raja Alam. Raja Alam adalah keturunan dari Baddit
Dipattung atau yang lebih dikenal dengan Aji Suryanata Kesuma raja Berau
pertama. Sampai dengan generasi ke-9, yakni Aji Dilayas. Aji Dilayas mempunyai
dua anak yang berlainan ibu. Yang satu bernama Pangeran Tua dan satunya lagi bernama
Pangeran Dipati. Kemudian, kerajaan Berau diperintah secara bergantian antara
keturunan Pangeran Tua dan Pangeran Dipati (hal inilah yang membuat terjadinya
perbedaan pendapat yang bahkan kadang-kadang menimbulkan insiden). Raja Alam
adalah cucu dari Sultan Hasanuddin dan cicit dari Pangeran Tua, atau generasi
ke-13 dari Aji Surya Nata Kesuma. Raja Alam adalah sultan pertama di Tanjung
Batu Putih, yang mendirikan ibukota kerajaannya di Tanjung pada tahun 1810.
(Tanjung Batu Putih kemudian menjadi kerajaan Sambaliung).
9. Kesultanan Gunung Tabur (1820).
9. Kesultanan Gunung Tabur (1820).
Kesultanan Gunung Tabur adalah kerajaan yang merupakan hasil pemecahan dari
Kesultanan Berau, dimana Berau dipecah menjadi dua, yaitu Sambaliung dan
Kesultanan Gunung Tabur pada sekitar tahun 1810-an. Kesultanan ini sekarang
terletak dalam wilayah kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau, provinsi
Kalimantan Timur.
10. Kesultanan Pontianak (1771).
Kesultanan Kadriah Pontianak didirikan pada tahun 1771 oleh penjelajah dari
Arab Hadramaut yang dipimpin oleh al-Sayyid Syarif 'Abdurrahman al-Kadrie,
keturunan Rasulullah dari Imam Ali ar-Ridha. Ia melakukan dua pernikahan
politik di Kalimantan, pertama dengan putri dari Panembahan Mempawah dan kedua
dengan putri Kesultanan Banjarmasin (Ratu Syarif Abdul Rahman, puteri dari
Sultan Sepuh Tamjidullah I).Setelah mereka mendapatkan tempat di Pontianak,
kemudian mendirikan Istana Kadariah dan mendapatkan pengesahan sebagai Sultan
Pontianak dari Belanda pada tahun 1779.
Kerajaan Tidung atau dikenal pula dengan nama Kerajaan Tarakan
(Kalkan/Kalka) adalah kerajaan yang memerintah Suku Tidung di utara Kalimantan
Timur, yang berkedudukan di Pulau Tarakan dan berakhir di Salimbatu.
11. Kesultanan Bulungan(1731).
Kesultanan Bulungan atau Bulongan adalah kesultanan yang pernah menguasai
wilayah pesisir Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, dan
Kota Tarakan sekarang. Kesultanan ini berdiri pada tahun 1731, dengan raja
pertama bernama Wira Amir gelar Amiril Mukminin (1731–1777), dan Raja
Kesultanan Bulungan yang terakhir atau ke-13 adalah Datuk Tiras gelar Sultan
Maulana Muhammad Djalalluddin (1931-1958).
Salam sejahtera :p
Tidak ada komentar:
Posting Komentar