Wakaf
Hadits lain yang menjelaskan wakaf
adalah hadits yang diceritakan oleh imam Muslim dari Abu Hurairah. Nas hadits
tersebut adalah; “Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah
amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu
pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak soleh yang mendoakannya.”
Selain dasar dari al-Quran dan Hadits di
atas, para ulama sepakat (ijma’) menerima wakaf sebagai satu amal jariyah yang
disyariatkan dalam Islam. Tidak ada orang yang dapat menafikan dan menolak
amalan wakaf dalam Islam karena wakaf telah menjadi amalan yang senantiasa
dijalankan dan diamalkan oleh para sahabat Nabi dan kaum Muslimim sejak masa
awal Islam hingga sekarang.
Dalam konteks negara Indonesia,
amalan wakaf sudah dilaksanakan oleh masyarakat Muslim Indonesia sejak sebelum
merdeka. Oleh karena itu pihak pemerintah telah menetapkan Undang-Undang khusus
yang mengatur tentang perwakafan di Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 41
tahun 2004 tentang wakaf. Untuk melengkapi Undang-Undang tersebut, pemerintah
juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2006 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004.
1.
Pengertian
Menurut
bahasa (etimologi) tertahan tertahan .
Secara
istilah syari’ (terminologi) adalah :
Menahan
suatu benda dan membebaskan / mengalirkan manfaatnya.
Jadi maksudnya adalah menahan harta
milik pribadi yang diserahkan kepada
pihak lain untuk kepentingan umum dengan tujuan mendapatkan ridlo Allah
SWT . Sedangkan menurut kamus besar
bahasa Indonesia wakaf itu adalah benda bergerak atau tidak bererak yang
disediakan untuk kepentingan umum (Islam) sebagai pemberian yang ikhlas
2. Dasar hukum pelaksanaan wakaf
"kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan
Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya."
" … dan apa saja harta yang baik yang kamu
nafkahkan (di jalan Allah), Maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. dan
janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah.
dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi
pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya
(dirugikan)."
إِذَا
مَاتَ الإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ إِلاّ مِنْ صَدَقَةٍ
جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ .
Artinya
: Apabila seorang manusia meninggal dunia, terputus darinya amalnya kecuali dari tiga hal dari sedekah
jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)
3.
Rukun wakaf
a.
Al-waqif (orang
yang mewakafkan), dengan syarat :
1) Berakal
2) Dewasa pemikirannya (rasyid).
3) Sudah berusia baligh dan bisa
bertransaksi.
4) Orang yang merdeka (bukan budak).
b.
Al-mauquf (harta yang diwakafkan)
Berdasarkan
jenis benda yang diwakafkan, maka wakaf terbagi menjadi tiga macam:
1) Benda / barang yang berupa benda yang diam/tidak bergerak,
seperti tanah, rumah, toko, dan yang semisalnya.
2) Benda / barang yang bisa
dipindah/bergerak, seperti mobil, hewan, dan semisalnya
3) Wakaf
berupa uang.
Adapun
syarat syarat nya adalah :
a) Harta tersebut telah diketahui dan jelas
bendanya.
b) Benda tersebut adalah milik pribadi yang
mewakafkan.
c) Harta yang diwakafkan adalah benda yang
bermanfaat dan memiliki daya tahan lama
c. Al - mauquf ‘alaih (pihak yang dituju
dari wakaf tersebut), dengan syarat
1) Berakal
2) Dewasa pemikirannya (rasyid).
3) Sudah berusia baligh dan bisa bertransaksi.
4) Orang yang merdeka (bukan budak belian).
Dipandang dari sisi
pemanfaatannya, maka wakaf terbagi
menjadi dua:
1)
Wakaf yang sifatnya tertuju pada keluarga (individu)
2)
Wakaf untuk amalan-amalan kebaikan. Wakaf ini diarahkan untuk kemaslahatan
masyarakat di suatu negeri. Inilah jenis
wakaf yang paling banyak dilakukan, seperti untuk masjid, madrasah,
d. Shighah (lafadz dari yang mewakafkan).
Adapun lafadz shighoh, para ulama
membaginya menjadi dua bagian:
1)
Lafadz yang sharih, yaitu lafadz yang dengan jelas menunjukkan wakaf dan tidak
mengandung makna lain.
2) Lafadz kinayah, yaitu lafadz yang mengandung
makna wakaf meskipun tidak secara langsung dan memiliki makna lainnya, namun
dengan tanda - tanda yang mengiringinya menjadi bermakna wakaf.
Untuk lafadz yang pertama, maka
cukup dengan diucapkannya akan berlaku hukum wakaf. Adapun lafadz yang kedua
ketika diucapkan akan berlaku hukum wakaf jika diiringi dengan niat wakaf atau
lafadz lain yang dengan jelas menunjukkan makna wakaf.
(
sumber: buku PAI SMA, H. Mustahdi, M.Ag. dkk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar